Kisah Pribumi Terpelajar dan Seorang Gundik dalam Novel Bumi Manusia



Penampakan Buku Bumi Manusia


 JUDUL BUKU : BUMI MANUSIA
PENGARANG : PRAMOEDYA ANANTA TOER
PENERBIT : LENTERA DIPANTARA
TAHUN TERBIT: 2020 CETAKAN KE 36
JUMLAH HALAMAN : 551 halaman
ISBN : 978-979-973-1234

          Kau terpelajar cobalah bersetia pada kata hati
           Seorang terpelajar sudah adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan
Di atas adalah segelintir quote yang saya temukan di dalam buku Bumi Manusia yang sangat menginspirasi para pelajar-pelajar di Indonesia. Novel Buku Bumi manusia merupakan novel pertama dari Tetrologi pulau buru hasil karya yang ditelurkan Pramoedya Ananta Toer. Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang kritikus sastra yang mana pada masa silam beliau juga sempat ditahan sebagai tahanan politik di zaman pemerintahan Orde baru dan diasingkan ke Pulau Buru sebab kritik pedasnya terhadap pemerintah. Saat di Pulau Buru, Pramoedya Ananta Toer menghabiskan masa tahanannya itu dengan membuat karya tulis.
           Saat diterbitkan pertama kali, tepatnya tahun 1980, Novel Bumi Manusia mendapatkan tantangan dari pemerintahan Orde Baru, karena bukunya dikatakan mengandung unsur ajaran Marxisme dan Leninisme. Yang mana ajaran ini dianggap sebagai musuh negara sebab memuat unsur komunisme yang ditampung di dalam novel tersebut.
           Namun, terlepas dari hal tersebut, cerita dari Bumi Manusia dapat dikatakan pula sebagai sebuah mahakarya yang menjadi warisan terbaik bagi tanah air indonesia. Buku ini menceritakan tentang kehidupan bangsa Indonesia pada periode 1898-1918 yang mana pada masa itu adalah masa-masa berkembangnya pemikiran Politik Etis & awal kebangkitan Nasional.
            Novel ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Minke. Minke merupakan pribumi yang bersekolah di H.B.S. Ilmu yang pengetahuan yang dimiliki membuat ia berbeda dari bangsanya dan suka menulis. Ia memiliki rasa kagum terhadap penemuan-penemuan baru yang ada di Eropa. Saat itu, teman sekolahnya yang bernama Robert Suurhof mengajaknya ke Wonokromo yang menjadi awal pertemuan Minke dengan Annelies. Semenjak itu ia mengenal Annelies yang memiliki sifat kekanak-kanakan, Robert Mellema yang angkuh, dan Nyai Ontosoroh yang pantas dikagumi karena kemandirian serta pengetahuannya. Kekaguman Minke terhadap Annelies membuat Minke berani mencium Annelies.
           Seiring berjalannya waktu, Annelies semakin nergantung pada Minke sehingga saat Minke kembali, Annelies jatuh sakit. Akhirnya Minke harus kembali ke Wonokromo dan tinggal di sana meskipun banyak anggapan buruk yang bermunculan. Minke tidak peduli karena menurutnya Nyai Ontosoroh adalah sosok orang hebat, yang jauh dari kata tercela dan ia menampik anggapan seorang gundik pada masa itu yang dicitrakan buruk. Minke tidak dapat menahan rasa kagumnya terhadap Nyai Ontosoroh sampai beberapa bulan kemudian ia baru mengetahui kisah hidup Nyai yang dijual oleh orang tuanya kepada Tuan Mellema demi kenaikan jabatan. Pengetahuan yang Nyai dapat dari Tuan Mellema, seperti bahasa Belanda dan kemampuan berdagang. Walaupun Nyai Ontosoroh hanya seorang gadis yang dibeli dan dinikahi secara tidak sah, namun Tuan Mellema begitu menyayangi Nyai Ontosoroh, kebahagiaan Nyai Ontosoroh semakin lengkap dengan kelahiran dua orang anaknya yaitu Robert Mellema dan Annelies Mellema. Tuan Mellema juga sempat pergi ke pengadilan agar Robert Mellema dan Annelies Mellema diakui sebagai anak sah dan dapat baptis tetapi tidak berhasil. Kebahagiaan Nyai dan anak-anaknya seketika hancur saat kedatangan Maurits Mellema yang merupakan anak sah dari pernikahan sah, Tuan Mellema menjadi tidak peduli dengan Nyai dan anak-anaknya.

           Ketika Annelies jatuh sakit, Minke diminta untuk membantu menyembuhkan Annelies dengan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri. Dokter Martinet juga menyarankan Minke menikahi Annelies. Akhirnya setelah lulus dari H.B.S. Minke menikahi Annelies.
           Kehidupan Minke tidak berjalan mulus, ia sering kali terlibat dalam suatu permasalahan. Minke sempat dikeluarkan dari sekolah, bahkan Rober Mellema berkeinginan membunuh Minke. Puncak dari permasalahan tersebut saat meninggalnya Tuan Mellema, pernikahan Minke dan Annelies yang dianggap tidak sah dihadapan pengadilan putih (Nenderlent) serta Maurits Mellema yang menuntut hak atas harta benda Tuan Mellema yang dikelolah oleh Nyai Ontosoroh. Akhirnya sebagian besar harta itu jatuh ke tangan Maurits dan ia juga menjadi wali dari Annelies, Annelies pun dibawah ke Belanda oleh Maurits. Yang mengharuskan seorang anak berpisah dengan ibunya serta juga yang mengharuskan seorang istri berpisah dengan suaminya. Nyai Ontosoroh dan Minke sudah memperjuankan supaya Annelies tetap bersama mereka, namun lagi-lagi harus kalah dihadapan pengadilan putih (Nenderland). Dan ditutup oleh kepergian Annelies. Ringkasan Novel ini menggambarkan potret Pribumi dan Gundik yang melawan hukum Belanda yang sangat mengukung pada kala itu. Minke yang digambarkan sebagai sosok Pribumi yang sangat pintar ketimbang teman-teman Belandanya, sedangkan Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai sosok Gundik yang sangat pintar, cekatan, dan wanita mandiri, ia menampik citra Gundik pada masa itu yang dianggap wanita tercela.

Kisah Minke dan Nyai Ontosoroh tak rampung sampai di sini, ada tiga buku selanjutnya yang membahas Lika-liku perjalanan mereka berdua yang selayaknya tak berhenti hingga di sini. Judul tersebut adalah Anak semua bangsa, Jejak Langkah, dan yang terakhir sebagai rangkuman ketinganya adalah Rumah Kaca.



Hidayanti
Mahasiswi Unugiri Prodi Bimbingan Konseling
dan mengikuti Kesenian Teater Lintang Giri Bojonegoro



Posting Komentar

0 Komentar