Membenahi Relasi Manusia dengan Alam supaya Keseimbangan bisa Tercapai


                                    


Berbekal memoar pengalaman masa kanak-kanakya, gadis asal Bali bernama Saras Dewi ini pernah mengalami kekecewaan yang mendalam, ketika kenaikan kelas ia mendengar kabar angin tak mengasikkan yaitu pohon Ketapang besar yang ia kagumi–karena saban hari-harinya ia habiskan waktunya dengan pohon tersebut entah sekadar berteduh atau main-main dengannya, akan ditebang lantaran akan dibuat memperluas bangunan sekolah. Pengalaman tersebut membikin ia menaruh perhatian terhadap isu-isu lingkungan, yang dirasa saat ia masih kanak-kanak belum bisa melawan dengan pemikiran-pemikiran pembelaan lingkungan secara metodologis.

Saras Dewi mewartakan sebentuk cutter untuk menelisik disekuilibrium relasi manusia dan alam. Dengan menggunakan aplikasi-aplikasi pemikiran. Beberapa diantaranya yaitu : Fenomenologi Husserl, relasi subjek-objek Merlau Ponty, dan Konsep Martin Heideggerian. Saras membedah persoalan ini dengan ontologis dengan alasan kaum etikus lingkungan tidak sanggup mencapai akar permasalahan pokok. Selain itu dia juga mengutip Kohak untuk mempertegas teori-teori mengenai ekologi. Buku ini memberikan analisis yang radikal dan mempertanyakan kembali relasi manusia dengan alam. Penggunaan serta pengembangan teknologi manusia realitasnya mendeteriosasi kondisi alam. Semakin pesat peradaban manusia memperburuk kondisi alam. Lantas, bagaimana manusia harus mengambil sikap terhadap kepesetan teknologi? Apakah manusia seyogianya meninggalkan teknologi agar alam dapat diselamatkan? Untuk menjawab dua pertanyaan ini, Dewi mengambil gagasan Heidegger. Heidegger mempertanyakan “apakah teknologi?” sebab menurutnya manusia sering menyederhanakannya sebagai alat yang dipergunakan manusia untuk memudahkan hidupnya. Namun, itu bukan esensi dari teknologi. Menggali entitasnya lebih dari sebatas alat, membuat manusia lebih peka terhadap relasi dirinya saat ia berkesadaran untuk berteknologi. Heidegger menegaskan pemahaman ontologis Dasein dengan teknologi akan berdampak langsung terhadap bagaimana manusia mengaplikasikannya. Dewi mengambil templet salah satu pernyataan Heidegger

“Segalanya bergantung terhadap kemampuan memanipulasi teknologi terkait dalam sikap penggunaannya. Sehingga kita dapat menyatakan bahwa teknologi yang dipergunakan adalah cerdas. Kita harus menguasai teknologi tersebut. Kehendak untuk menguasai semakin genting, sehubungan semakin terlepasnya teknologi dari kontrol manusia.”

Seturut pernyataan Heidegger itu, Dewi mengatakan bahwa “teknologi yang terancam kehilangan kontrol manusia” menjadi pernyataan yang patut direnungkan. Bagaimana kendali itu dapat hilang? Pernyataan Heidegger merupakan kekhawatiran manusia menggunakan teknologi tanpa mempertimbangkan dampak maupun esensinya. Teknologi tidak lagi menjadi aspek kreatif yang dikuasai manusia, melainkan menyisakan akibat yang tidak dapat dikendalikan manusia. Untuk itu, tanggung jawab merupakan poin penting filsafat Heidegger yang merupakan tanda otentisitas, kebebasan dan dalam arti Heidegger, kehadiran Dasein. Teknologi adalah wujud ambisi Dasein menunjukkan kebebasannya. Bagi Heidegger, kreator mesti memahami tanggung jawab serta relasinya dengan objek yang diciptakan.

Buku ini mencoba menitikberatkan bahwa perenungan filosofis paling signifikan dalam mengatasi problematika kontemporer. Anggapan masyarakat bahwa sains dengan segala kepraktisannya dapat menjawab segala soal dan petunjuk hidup benar. Manusia menganggap dirinya sebagai pusat alam semesta (antroposentrisme) yang digadang-gadang sebagai pangkal terjadinya ketidakseimbangan relasi dengan alam. Manusia yang memposisikan diri sebagai mahluk rasional dengan kenaifannya menganggap alam hanya sebatas properti yang lazim dan sangat normal untuk dieksploitasi.

Memandang alam sebagai properti menjadi penyebab mengapa manusia seperti tidak terikat kewajiban pada alam. Manusiawi menganggap bahwa alam adalah suatu entitas yang terpisah karena ia tak mempunyai rasio seperti halnya manusia. Pemikiran seperti itu berimbas hubungan antara manusia dan alam itu sendiri mengalami ketidakstabilan–yang dapat merusak rantai ekosistem yang saling melengkapi.

 

 

Judul               : Ekofenomenologi; Mengurai Disekuilibrium Relasi Manusia dengan Alam

Penulis      : Saras  Dewi

Cetakan          : Kedua, Maret 2018

Halaman         : xiv + 172 Halaman

ISBN                : 978-979-1260-42-8

 




Posting Komentar

0 Komentar