Buku Jenggala dan ‘Sambang’ Komunitas Literasi di Bojonegoro

 

Dokumen Pribadi
oleh Muhammad Baharuddin Romadhoni

Aku bukan kategori spesies manusia yang gampang dan gamblang menceritakan kehidupan pribadiku kepada banyak orang. Biasanya aku hanya menceritakan rajutan kisah yang melilit diriku kepada segelintir orang–yang itupun bisa di hitung dengan jari-jari manusia. Tetapi teruntuk kali ini, aku berusaha menyakinkan diri dan memberanikan untuk menceritakan perjalananku dimulai, tumbuh minat baca hingga timbul iktikad dengan beriktiar mengedarkan buku-buku melalui jasa rental yang aku dirikan supaya akses bacaan di Bojonegoro semakin berkualitas.

Berangkat dari kecemasan hidup. Barangkali ketringger lebih tepatnya pikiran mengendap lalu menumpuk karena perihal kampus dan covid-19 yang tak kunjung usai. Setiap hari terus disajikan makanan dan minuman dalam bentuk berita perkembangan virus, kematian, dan tentunya kuliah daring yang terus digaungkan banyak orang sehingga membikin diri drop. Aku mondar-mandir di rumah layaknya kucing rumahan yang kebingungan mencari majikannya untuk dikasih makan, ya seperti itulah kondisiku kala itu, serba kebingungan mencari pengetahuan untuk disantap. Alhasil, aku tak sengaja menjumpai di laman beranda Instagram yaitu photo dari akun seseorang yang sengaja memposting lebih tepatnya mempromosikan buku 'Merebut Tafsir' karya Lies Marcoes. Aku mencoba menilik sinopsis buku tersebut dan ternyata menarik perhatianku sebagai pembaca awal. Sejak saat itu aku mulai tertarik membaca buku dan kerapkali searching buku-buku berkualitas menurut rekomendasi google, dan akhirnya aku tahu menahu soal penerbit seperti Gramedia, marjin kiri, insistpress, diva press, dll. Aku selanjutnya tak berhenti melihat-lihat sembari membaca sinopsis buku-buku rekomended, tetapi langkah yang kuambil adalah membeli buku-buku dengan uang hasil kerja kerasku, sampai-sampai aku mengurangi jatah jajan bahkan sampai-sampai sengaja tak membayar UKT kampus karena keinginan tahuanku soal buku-buku, kemudian membacanya tanpa tahu isinya. Aku bukan dari keluarga yang melek literasi, lingkungan literasi, atau bahkan aku tidak berangkat dari komunitas apapun di kampus–yang bisa menjadikan support sistem dalam mempelajari buku-buku karena alasan yang tak bisa aku ungkapkan disini, tentunya aku tak hanyut dalam kesedihan lalu merengek minta di turunkan semacam Ilham oleh Tuhan supaya diberikan buku-buku secara cuma-cuma apalagi minta diturunkan mukjizat supaya dapat memahami buku-buku berat bagi pembaca wahid. Meski adakalanya aku diejek karena membaca buku berat yang kadang-kadang membikin pikiran semakin pusing dan aku megakuinya aku tidak memahami kala itu, pokoknya baca saja ajalah, sungguh aku tak keberatan karena hal itu.

 

Seperti dalam pepatah lama, mungkin aku dapat di ibaratkan semacam katak dalam tempurung dikarenakan tak pernah menjajal kemampuanku ke luar tempurung, ya meski kadang-kadang tak perlu menunjukkan kemampuan kepada semua orang. Aku mendaku tak punya keberanian berbicara di forum diskusi karena keterbatasanku dalam mengaplikasikan kosakata yang tak tertata rapi dengan artikulasi yang tak enak didengar serta tak mudah dipahami, tetapi aku menyadari akan itu, dan tahu kelemahanku. Namun, aku tak berhenti dari situ, mula-mula aku takut keluar dari tempurung rapuhku agar berani menjajal mengekspors kemampuanku ke forum diskusi. Secara tiba-tiba, aku tak sengaja dapati poster pelatihan jurnalisme sastrawi yang dibikin oleh sastrawan dari sematta bernama mas Andre yang ku tilik dan ku ulik dirinya-yang ternyata merupakan orang-orang yang mempunyai kemampuan mengorganisir pelatihan karena memang beliau berangkat dari organisasi kampus– yang pada akhirnya pelatihan tersebut bertransformasi menjadi wahana bedah buku yang diadakan setiap hari Sabtu dan diikuti oleh berbagai peserta dari latar belakang berbeda. Kegiatan bedah buku sematta bukan hanya berfokus dalam bincang-bincang buku pilihan pemantik, melainkan juga setelah diperbincangkan oleh peserta, pemantik diharapkan mengirimkan hasil resensinya ke mas Andre untuk diunggah ke Blogspot maupun media Jurnaba. Hingga saat ini sematta sastra telah berkali-kali menggelar diskusi buku dengan mengangkat berbagai macam buku untuk dijajakan khalayak supaya peserta diskusi tidak merasakan kebosanan dan jenuh akan materi yang dikabarkan pematik.

Tak berhenti dari sini, aku merasakan ketidak puasan dengan kegiatan bedah buku tersebut, sehinnga aku memutuskan mencari-cari literasi di Bojonegoro dengan hanya mengandalkan berbagai media sosial, Walhasil, aku akhirnya menjumpai komunitas literasi di Bojonegoro lalu aku beriktikad untuk 'sambang' dan berkunjung ke tempat tersebut; yaitu Lentera Bojonegoro, Tbm Rasya(raden mas syahid), dan Nurul Falah ekologi. Dan tentunya masih banyak kawan-kawan literasi yang belum aku temui di Bojonegoro. Oleh karenya, aku hanya bisa ikut nimbrung sembari bercengkerama bersama mereka di kala waktu luang yang aku punyai di tiga tempat literasi tersebut.

Lentera Bojonegoro

Lentera Bojonegoro adalah taman diskusi di kawasan Sumberjo, lebih tepatnya di selenggarakan di Kampoeng Joes semacam Warkop yang berada di Desa Sumuragung. Taman literasi ini mengangkat diskusi perihal isu yang hangat diperbincangkan maupun bedah buku, Lentera Bojonegoro mulanya didirikan oleh lima sahabat literasi yaitu mas Tamam, mas Fathoni, mas Agus, mas Kholis, dan mas Faiz, bermula dari cangkruk-cangkruk asik di taman Rajekwesi, lalu secara nyeletuk tak sengaja kepikiran tentang memberikan semacam wadah diskusi yang konsisten untuk para pecinta literasi di bojonegoro. Lima sahabar tersebut tak sengaja 'celetukan' mereka ingin menyampaikan nama apa yang cocok untuk wadah literasi ini. DARRR.....,  akhirnya usul dari mas faiz lah yang disetujui supaya mematenkan nama diskusinya; yaitu LENTERA, maksud dari Lentera sendiri ialah cahaya kecil yang memberikan terang di gelapnya kehidupan dan memberi kehangatan di sekitanya-yang terimsiprasi dari penerbit yang menerbitkan buku Pramoedya Ananta Toer yaitu 'Lentera'. Saat ini Lentera masih beroperasi dengan mengadakan berbagai kegiatan misal; lapak baca gratis yang bisa di akses secara Cuma-cuma di kampoeng joes, Lentera juga memberikan kesempatan kawan-kawan untuk memberikan sumbangan buku untuk kebutuhan para pembaca literasi. Lentera menyelenggarakan diskusi 2 minggu sekali yang diikuti oleh peserta dari macam-macam latar belakang. Menimbrung dan bercengkerama untuk mengikutu diskusi kiranya merupakan kegiatan yang aku geluti saat ini. Aku beberapa kali mengikuti diskusi yang diadakan di lentera. Diskusi di Lentera Bojonegoro menyuguhkan pemateri dari luar komunitas, dan pematerinya menyampaikan tema-tema yan sedang hangat diperbicangkan di hari-hari besar dan peristiwa terkini, maupun bedah buku. Serangkaian diskusi di Lentera kiranya menarik untuk diikuti oleh kawan-kawan yang berkeinginan menjajal mengekspor kemampuan ke dunia literasi.

 

Komunitas Sematta Sastra

Sematta merupakan komunitas yang memberikan wadah kepada pelajar maupun mahasiswa sebagai tempat pengembangan literatur melalui kajian bedah buku, meresensi buku, dan menulis puisi yang dibimbing oleh Mas Andri. Dalam komunitas ini, kawan-kawan diberikan kesempatan untuk menexsporasi kemampuan berbicara di depan khalayak. Pertama kali menginjakkan kaki di sematta adalah ketika aku mencoba mengikuti pelatihan jurnalistik sastrawi yang ditenggarai oleh mas Rizki Wahyu Setiawan selaku pembimbing dan pemateri kajian jurnalistik tersebut. Awalnya memang, berfokus pada pelatihan jurnalistik sastrawi hingga melakukan berbagai riset kecil-kecilan perihal permasalahan di Bojonegoro, hingga akhirnya diputuskan untuk dilanjutkan dengan berfokus kajian bedah buku.  Kajian bedah buku di sematta sudah dilaksanakan bebarapa kali pertemuan dengan mengangkat berbagai tema buku disesuaikan dengan kesanggupan pemantik buku. Hingga saat ini, sematta komunitas masih aktif menggelar kegiatan bedah buku setiap satu minggu sekali pada hari sabtu atau hari minggu. Komunitas ini diadakan rutin di sebuah Kafe di kawasan Pacul bernama Sematta Coffe, tepatnya di belakang Kafe tersebut. Aku kira komunitas ini, layak sebagai jembatan bagi kawan-kawan untuk mengembangkan literatur, disesuaikan bakat dan minat peserta, entah menulis resensi, puisi, maupun pelatihan jurnalistik.

 

 Gubuk Nurul Falah Ekologi

Gubuk Ekologisme Nurul Falah adalah sekolah alternatif yang berfokus berbincang perihal ekologi maupun tentang isu sengketa tanah atau lebih tepatnya agraria, namun sekarang di perluas mengangkat isu yang hangat diperbicangkan maupun yang layak diperbicangkan. Kegiatan ngangsu kaweruh (belajar) bareng diadakan di Desa Campurejo, Bojonegoro.

Sekolah alternatif ini didirikan oleh Mas Yogi Abdul Gofur atau nama akrabnya di medan tempur "Bung Yogi". Sebagai alternatif belajar kawan-kawan yang sekiranya ingin mengenal tentang ekologi maupun isu lainnya. Gubuk Ekologisme Nurul Falah, atau saya sering menyebutnya Nurul Falah Ekologi, awokwokkk, mulai beroperasi pada tahun 2019 yang beranggotakan satu orang saja, siji tok ndil. Dan pada tahun 2022, telah memiliki anggota sebanyak 5 orang. Meski masih minim anggota, tidak membikin sekolah ini berhenti melakukan upaya untuk belajar bersama, misal dalam sekolah ini, Mas Yogi telah mendatangkan berbagai pengabar yang mumpuni dari berbagai macam latar belakang. Seperti seorang jurnalis asal semarang 'Adam Khatamy' (BP2M UNNES), seorang anak hukum dari Surabaya 'Dicky Eko Prasetio' yang juga produktif menulis di tentang hukum di Jurnaba, maupun seorang aktivis perempuan yang berasal dari Kanor 'Sadie'.

Dalam kegiatan belajar bersama di Gubuk Ekologisme Nurul Falah, juga pernah dihadiri oleh kawan-kawan Ekspedisi Indonesia Baru yaitu, Dandhy Laksono, Farid Gaban, Yusuf Priambodo, dan Benaya Harobu. Dan menggelar acara nobar dan diskusi film Silat Tani yang diproduksi oleh Koperasi Indonesia Baru yang bermarkas di Wonosobo, Jawa Tengah. Itu salah satu hal yang menarik bagiku setelah berkecimpung ke dunia literasi yang dilakukan oleh Mas Yogi. Hingga saat ini, diskusi di Nurul Falah Ekologi, masih berlanjut dengan tetap menghadirkan pengabar-pengabar yang berkualitas. Tidak hanya itu, kawan kawan yang belajar di Nurul Falah (kawan belajar) diberi kesempatan untuk mempresentasikan ihwal pengetahuannya entah melalui buku, lukisan, maupun lewat media lainnya.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki oleh kawan belajar. Karena saban kawan belajar, memiliki cara tumbuh dan berkembang yang berbeda-beda.Mungkin kawan-kawan yang berminat ikut nimbrung diksusi bisa kok untuk nimbrung atau bergabung, lokasinya konon bernama "Surga Pojok Kota" di Kabupaten yang Konon sebagai Lumbung Pangan dan Energi. Yaitu di Dukuh Pohagung, Desa Campurejo RT 28 RW 01, Bojonegoro Kota.

 

TBM Rasya

Tbm Rasya (raden syahid) adalah taman baca masyarakat yang bisa kamu jumpai di kawasan Mojodelik, Gayam, Bojonegoro. Komunitas ini didirikan dan dicetus oleh seorang perempuan bernama ibu muamalah. Beliau berikhtiar memberikan akses bacaan di desanya supaya warga-warga maupun pelajar dapat menikmati literasi secara gratis. Mulanya, taman baca ini di perkenalkan ke seantero Kecamatan Gayam, namu ada sedikit kendala, sehingga akhirnya di fokuskan, di perkecil skupnya mencakup wilayah desa mojodelik. Tbm Rasya mempromosikan taman bacanya dengan mengadakan lomba untuk anak-anak seperti lomba membaca buku sebanyak-banyaknya, 'siapa yang paling banyak membaca buku akan dikasih hadiah', sungguh pendekatan yang membikinku takjub. Kala itu, aku menemui mas Ilham, mbak Ria, mbak Dita, maupun ketua Tbm Rasya yaitu mas Yoga membincangkan perihal perkembangan Tbm Rasya dari tahun 2014-sekarang. Mas Ilham menceritakan perjalan awal mula Tbm Rasya berdiri hingga 5 pergantian masa jabatan. Di setap masa jabatan para pemegang kendali kursi memberikan dampak yang besar seperti mencari sumbangan buku, mengadakan lomba, maupun diskusi yang menarik. Pada masa kepimpinan mas Yoga (saat ini) berfokus memperkenalkan literasi kepada pelajar maupun mahasiswa di Mojodelik, kerapkali mas Yoga membikin diskusi dengan menyungsung perihal tokoh pahlawan(biografi) maupun buku yang disesuaikan keinginan pemantik. Menariknya kini, diskusi Tbm Rasya masih langgeng dengan mengangkat pemateri dan biasanya diskusi diselenggarakan pada hari rabu kadang juga random. Ada diskusi spesial yang diusung Tbm Rasya pada hari jumat, yaitu diskusi yang dikhusukan untuk orang-orang yang memiliki kemampuan mumpuni dengan menyalurkan gagasan dan ide dari orang ke orang sebagai bentuk upaya membentuk serta melatih nalar kritis mereka, pungkas mas ilham. Hingga saat ini, Tbm Rasya masih aktif dalam menyelenggarakan diskusi yang ditenggarai oleh mas Yoga, pun kawan-kawan juga bisa ikut diskusi yang dilaksanakan di sana.

 

Buku Jenggala

Buku jenggala merupakan layanan rental di Bojonegoro melayani peminjaman buku berkualitas dengan biaya yang affordeble sebagai iktiar memeratakan akses bacaan untuk semua. Buku jenggala lahir karena keresahan saya mendapati kurangnya akses bacaan yang mumpuni di Bojonegoro. Awal mulanya aku berpikir bagaimana cara menjajakan buku supaya diminati banyak kalangan, yang di bantu oleh sepupu bernama mbak ida. Buku-buku di perpustakkan jenggala memuat berbagai macam gendre buku yang disesuaikan dengan kebutuhan pembaca; ada novel anak, novel perempuan, novel petualangan, ada juga buku riset, buku kajian kritis, buku filsafat, buku agama, buku sejarah maupun buku-buku yang mengangkat isu sensitif perihal kesehatan mental, dan masih banyak lagi. Meski terhadang oleh kekurangan biaya, para penyewa buku tidak bekeluh kesah, pun karena uang-uang dari penyewa buku turut di putar kemudian dibelikan buku berkualitas lagi. Kadang-kadang orang-orang dari luar, teman saya, kerabat saya ikut memberikan sumbangan bebarapa buku maupun uang supaya dibelikan buku. Berbekal dari pengalaman membaca buku sebanyak-banyaknya, walapun aku mendaku bukan spesies orang yang doyan baca buku sampai menyulut paham, keinginanku tetap' kekeh' sebagaimana keinginan kecilku mendirikan perpustakaan sendiri.

 Aku bersyukur karena tanpa open donasipun masih ada orang-orang yang dengan suka rela sadar akan kebutuhan masyarakat perihal akses bacaan yang lebih kritis untuk melatih kepekaan mereka terhadap isu sosial, lingkungan maupun melatih empati mereka. Hingga saat ini buku jenggala masih melayani peminjaman buku untuk kalian semua, bisa ditilik secara langsung di lokasinya yaitu Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Buku jenggala menyediakan segala macam jenis buku sesuai minat dan gandrung para pembaca buku. Meski terkadang ada segelintir orang mencela buku jenggala dengan alasan buku-buku kok disewakan dan diuangkan, kadang pula dicerca sebagian orang dianggap kurang kesadaran penuh dalam memeratakan bacaan. tetapi itu tak membikin diriku menghentikan iktiarku sendiri, pun jika orang mencerca karena kontribusiku dianggap setengah-setengah, semoga para pencerca memiliki kontribusi penuh melebihi diriku. amin. 

Itulah, komunitas literasi yang pernah dan sering aku kunjungi apabila ada waktu luang, tentunya sebagai bentuk iktiarku belajar bersama, teruntuk kawan-kawan yang mau ikut diskusi buku dipersilahkan mengikuti rutinan tersebut. Aku yakin bedah buku, diskusi, maupun belajar menulis adalah suatu bentuk kemewahan yang ada di Bojonegoro di karenakan Bojonegoro masih kalah jika disandingkan dengan kota-kota yang lainnya seperti Jogya, Jakarta, dan Solo, tetapi itu semua tak membikin komunitas-komunitas literasi Bojonegoro merasa “insecury’ terhadap apa yang telah di upayakan dengan diimbangi rasa ikhlas dan sabar. Menyoal komunitas literasi yang telah aku kunjungi itupun masih segelintir saja, masih ada banyak komunitas literasi di Bojonegoro yang aku masih belum temukan. Semoga saja literasi di Bojonegoro makin banyak di gandrungi oleh kawan-kawan kita semua. Amin, banter[]



Muhammad Baharudin Romadhoni
Redaktur Buku Jenggala
    Menyediakan Layanan Rental Buku Berkualitas di Bojonegoro
   Pemerhati Literasi Sekaligus Pecinta Buku Anak
   Maupun Buku-buku yang Menumbuhkan Empati






Posting Komentar

0 Komentar