Judul
Buku : Lebih Senyap Dari Bisikan
Penulis : Andina Dwifatma
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta
Tahun
terbit : Juni 2021
Tebal : 155 halaman
Lebih
senyap dari bisikan adalah novel yang pertama terbit pada tahun 2021 dan diterbitkan oleh penerbit
Gramedia Pustaka Utama yang dibikin oleh Andina Dwifatma. Andina Dwifatwa
adalah seorang penulis novel yang pernah memenangkan sayembara menulis novel
Dewan kesenian Jakarta (2013) dengan bukunya yang berjudul semusim dan semusim
lagi. Ia mengajar di Program Study Ilmu Komunikasi, Unika Atma Jaya. Ia juga
menjadi kontributor di kumparan.com. Pada tahun 2021 ia comeback dengan
novelnya dengan judul Lebih Senyap dari Bisikan, yang juga salah satu novel
pilihan tempo.
Novel ini mendongengkan kehidupan sehari-hari sepasang suami istri beda agama. Bagaimana masyarakat menuntut mereka agar mempunyai anak secepatnya, dan menampilkan potret pola pengasuhan anak sekaligus menggambarkan realitas lika-liku komplek dalam berumah tangga yang tak sesederhana kata-kata 'nikah biar bikin senantiasa bahagia terus-menerus'. isu yang terkandung dalam novel ini amat banyak seperti pernikahan agama, Husband stitch (jahitan suami), bahkan isu Baby Blues. Inilah resensi dari saya.
September
lalu adalah ulang tahun pernikahan Baron dan Amara yang ke delapan. Mereka
berdua berharap segera memiliki anak, sebagai hadiah terindah dihari ulang
tahun pernikahan mereka. Namun takdir berkehendak lain, perjuangan Baron dan
Amara selama tiga tahun terakhir dalam program hamil (promil) masih nihil.
Sudah banyak usaha yang dilakukan seperti rutinan berhubungan seks tiap
minggunya, mengecek masa subur Amara setiap bulannya, bahkan hampir saja
mengikuti program bayi tabung.
Perbincangan
keluarga semakin panas saja, jika ada acara keluarga, Baron dan Amara menjadi
topik hangat di kalangan keluarga mereka dan masyarakat sekitarnya. Ada yang
berucap ‘sudah menikah lima tahun kok belum punya anak’. Keluarga mereka selalu
membandingkan Baron dan Amara dengan sepupu mereka yang baru menikah dan sudah
mempunyai anak satu. Lima tahun awal diberondong komentar masyarakat mereka
masih tenang dan santai. Baron dan Amara masih bahagia menikmati waktu bersama,
tetapi ketika banyak undangan baby shower, ulang tahun, dan aqikah Amara merasa
sangat ingin memiliki anak sendiri. Satu tahun setelah itu Baron dan Amara
mulai merasa kesepian dan berharap segera memiliki seorang anak. Di tahun kedua
mereka semakin sadar bahwa tekad saja tidak cukup untuk memiliki seorang anak.
Perlu ada usaha ekstra untuk mendapat semua itu. Baron dan Amara mulai mengatur
pola makan mereka, banyak minum vitamin serta melakukan tes kesuburan ke
dokter. Pada pertengahan tahun kedua promil tiba-tiba Amara telat datang bulan
selama 1 minggu. Amara dan baron riang bukan kepalang, hingga baron membeli
lima buah tes kehamilan dari mulai yang digital seharga 120 ribuan sampai yang
biasa seharga seribu lima ratus rupiah. Setelah semua tes kehamilan di coba
satu persatu ternyata hasilnya negatif. Melihat hasil itu, Amara menangis
tersedu dalam pelukan Baron. Sebab harapan mereka ingin mempunyai anak masih
belum terkabul. Seusai kejadian itu Amara tak lagi bernafsu untuk berhubungan
badan dengan Baron. Suasana sepi dan disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.
Amara yang bekerja di perusahaan humas multinasional sedangkan Baron bekerja di
perusahaan AKI.
Di tahun
ketiga program hamil Baron dan Amara mereka mendapat kejutan yang tak terduga.
Di pagi hari ketika Amara membuat secangkir kopi dan di rasakannya seperti kopi
basi. Amara muntah-muntah dan langsung masuk kamar mandiri dengan sigap Baron
memberikan minyak kayu putih. Seketika mereka terharu dan baron meraih tangan
Amara lalu diremas tangannya. Kebahagiaan yang selama ini ditunggu akhirnya
menjumpai mereka. Baron mulai berhenti merokok sebab rasa girangnya akan
menjadi seorang bapak. Suatu sore Baron muncul dengan rambut cepek seperti gaya
reggae nya dulu waktu masih duduk di
bangku kuliah. Baron dan Amara di pertemukan ketika mereka berada satu ruangan
pada mata kuliah umum. Amara adalah mahasiswi jurusan Ilmu komunikasi dan Baron
jurusan Administrasi Bisnis serta satu fakultas. Bangku kuliah yang
mempertemukan mereka hingga timbul benih-benih cinta hingga mereka memutuskan
untuk menikah. Walaupun mereka berbeda agama. Amara yang sejak kecil di tinggal
Ayahnya, semenjak kecil hanya hidup berdua dengan ibunya. Amara beragama Islam
dari keluarga yang sangat agamis. Sedangkan Baron dari keluarga yang beragama
Kristen, dahulu Ibu Baron memeluk islam lantaran akan menikah dengan ayah Baron
yang seorang penganut Kristiani, maka Ibu Baron memutuskan mengikuti agama
Kristen. Berbeda dengan Amara dan Baron, Amara tetap pada pendiriannya untuk
tidak berpindah agama. Pada akhirnya mereka berdua menikah dengan dua adat
yakni sacara Islam dan secara Kristen. Meski tak mendapatkan restu dari Ibu
Amara, mereka tetap nekat untuk menikah di usia yang lumayan masih muda. Baron
berasal dari Sleman dan Amara dari Jakarta.
Baron
dan Amara tinggal di sebuah komplek lama yang di bangun tahun 1980-an. Bernama
Tana Nusa Indah yang kemudian hilang cat nya pada huruf TAN berganti “A NUS
INDAH”. Di rumah mereka sudah disiapkan ruang khusus untuk anaknya kelak.
Ruangan bayi warna kuning Zwitsal. Hari - hari panjang saat hamil di lewati
Amara dengan penuh perjuangan. Menjelang kelahiran. Kontraksi hebat terjadi
pada perut Amara, dengan sigap Baron menyetir mobil seperti orang kesetanan
menuju rumah sakit, sesampainya di rumah sakit suster bergegas membawa Amara ke
ruang bersalin, lalu memeriksanya dengan menyodokkan jari-jarinya ke vagina
Amara, ternyata masih harus menunggu bukaan 1-10. Amara masih menunggu hingga
tiba lahiran lalu saat dokter memintanya mengangkat kaki dan menekuk paha dan
mengejan kuat-kuat hingga lahirlah bayi mungil yang cantik. Pengalaman
melahirkan pertama kali memberi kesan yang sangat luar biasa bagi Amara sebab
itu merupakan pertarungan antara hidup dan mati.
Bayi
mungil telah lahir, dunia Baron dan Amara kembali ceria dengan tangis anaknya
bernama Yuki. Awal menjadi Ibu Amara amat kebingungan bagaimana membagi waktu
antara mengurus rumah dan anaknya. Tiba-tiba Baron menelpon Mami Amara yang
kemudian seminggu setelah itu datang dan menyambut kelahiran cucunya dengan
bahagia. Melihat Amara yang kesulitan mengurus Yuki serta rumah tangganya,
sering bangun malam tidurpun larut pagi membuat Ibu Amara mencarikan pengasuh
bagi Yuki. Yani pengasuh baru Yuki dan itu berarti pengeluaran Baron akan
semakin meningkat. Satu bulan kemudian Mami Amara kembali pulang ke Jakarta. Di
rumah hanya tinggal Yuki, Baron, Amara, dan Yani. Tiba suatu hari datanglah
Saliman teman kuliah mereka. Saliman menceritakan kesuksesannya sebab mengikuti
treding, melihat itu Baron tergiur dan mengikuti jejak Saliman. Nasib memang
tak selalu mujur dalam tradingnya baron mengalami kebangkrutan yang besar
senilai satu setengah milyar. Kejadian itu merubah drastis rumah tangganya.
Kakak Baron Rita sudah sering menawarkan bantuan pada mereka tetapi Baron tak
mau mengambil bantuan dari kakaknya tersebut. Bahkan rumah peninggalan ayahnya
sudah di jual untuk membayar hutang-hutang ayah Baron.
Mereka
pindah kos di perkampungan dan Yani kembali pulang ke desanya.baron masih
berusaha mencari kerja dan konflik rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga
suatu ketika Baron pergi meninggalkan rumah, tiba-tiba dari kepala Yuki
mengalir banyak darah ternyata ada seekor tikus yang mengigit bayi mereka.
Amara sedih bukan main, dia berteriak meminta tolong. Tetangga mereka Macan
menghampiri dan segera mencari taksi. Mereka sampai di rumah sakit Macan
mencoba menelpon Baron tetapi telponnya berada di luar jangkauan. Lalu Macan
menyarankan agar Amara menelpon Maminya. Amara amat syok dan stress berat
memikir keadaan rumah tangganya dengan Baron. Hingga pada saat ia mengunjungi
kamar Yuki , dengan tatapan kosong dan pikiran linglung Amara mengambil bantal
lalu di dekapnya bantal pada wajah anaknya, untung saja macan datang dan menarik
tanggan Amara lalu membenturkannya ke tembok. Amara gelap mata hingga inggin
membunuh anaknya sendiri.
Keesokan
harinya Mami Amara datang menjemputnya pulang ke Jakarta. Amara ikut Ibunya
dengan wajah pasrah dan merasa sangat bersalah sebab dulu tak menghiraukan
ucapan Maminya agar tidak menikah dengan Baron. Perlahan Stres yang dialami
Amara berangsur sembuh. Bahkan ia sudah bisa melayangkan surat perceraiannya
dengan Baron. Lalu sebagai tanda terimakasih Mami Amara memberi beasiswa kepada
Macan untuk menlanjutkab kuliahnya yang sempat tertunda.Kini Amara dan Yuki
hidup tenang dengan tinggal di rumah Mami Amara.
Yang
ingin diangkat dalam novel ini adalah bagaimana potret lika-liku dalam berumah
tangga dan pernikahan beda agama yang masih tabu di Indonesia. Masyarakat
Indonesia masih melarangkan pernikahan beda agama karena perbedaan keyakinan
yang dianggap tak selaras dengan hukum agama mereka masing-masing. Bagaimana
masyarakat dan orang terdekat sendiri merekontrusikan perempuan yang diharuskan
disegerakan dalam mempunyai anak. Novel ini juga memuat potret kehidupan ibu
saat hamil maupun setelah melahirkan. Kebingungan ibu setelah melahirkan
perihal merawat bayi tampak dirasakan Amara sehingga ia meminta bantuan sang
ibunnya sendiri. Dari menyususi, memakaikannya baju, hingga menidurkannya
nampak digambarkan dalam novel tersebu. Tentunya mengedukasi juga buat para
ibu-ibu yang sedang hamil maupun yang baru mempunyai anak.
Isu serius
yang dibicarakan dalam novel ini yaitu Husband Stitch (jahitan untuk suami).
Husband Stitch merupakan jahitan ekstra pada vagina setelah menjalani proses
persalinan. Jahitan ini mulanya ditujukan untuk membikin lubang pada vagina
menjadi lebih kecil atau rapat. Dan jahitan ini dianggap untuk memuaskan suami
dalam berhubungan intim. Kita ketahui kondisi vagina akan terus berubah, bahkan
sampai melahirkan bayi, lubang vagina akan melebar agar bayi dapat keluar dari
vagina. Isu ini sempat viral di internet bagaimana dunia kedokteran pun masih
melanggengkan budaya yang membikin perempuan sakit hati padahal baru saja ia
melahirkan seorang anak, eh malahan disuruh melakukan jahitan tersebut. Mirisnya
sang dokter dalam novel ini justru terkekeh dalam melakukan proses jahitan
tersebut tanpa pengetahuan Amara. Memilukan
‘sekarang
jahit ya, Bu. Ini teknologi cahgih, jadi enak enggak perlu cabut benang’ kata
samg dokter. Suaranya terdengar riang, sebelumnya aku menyadari apa yang
terjadi, ada rasa perih di bibir vaginaku dan bunyi cetik-cetik benang
digunting. ‘Kita rapetin ya, biar bapak senang’ (halaman 54).
Buku ini juga memuat isu serius seperti kesehatan mental yang dialami Amara yaitu Baby Blues. Baby Blues merupaka syndrome yang dialami ibu pasca melahirkan dan perubahan suasana hati setelah melahirkan yang bisa membikin ibu merasa terharu, cemas, hingga mudah tersinggung. Kondisi ini membikin ibu mudah marah, tidak sabaran, khawatir dengan masalah menyusui dan merawat bayi. Penyebabnya bisa bermacam-macam ada yang karena kelelahan ataupun seperti dalam novel ini disebabkan masalah ekonomi, support system yang tak mendukung, kurangnya edukasi perihal pengasuhan, dan penceraian yang menimpanya. Bisa kita lihat bagaimana Amara sampai-sampai lalai dalam menjaga si Yuki hingga digigit tikus pergelangan kakinya, dan suara tangisan si Yuki yang membawa Amara berpikir untuk membunuhnya. Sekiranya isu ini perlu juga dibicarakan lebih serius. Perubahan emosi pasca melahirkan ditambah dengan masalah-masalah yang menimpa amara setelah menikah bisa kita jadikan semacam pelajaran yang berharga dan mempertanyakan kesiapan Pernikahan itu sendiri. Mampukah kita merawat pernikahan itu sendiri? Mampukah kita menjadi orangtua yang siap merawat anak?
![]() |
Tia Mutia Aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Muslim Indonesia (PMII), Ketua Paduan Suara, Pengurus Komunitas Sematta Sastra, dan Menjalani kehidupan sehari-harinya sebagai Mahasiswa Unugiri Bojonegoro |
0 Komentar