Mengenal Self Esteem untuk Membentuk Pribadi yang Sehat


Judul Buku: Bukan Maksudku Tak Menghargai Diri

Jumlah Halaman : 241 Hlm

Pengarang : Jun Meekyung

Penerbit: Haru

Tahun Terbit : 2022

Peresensi : Cindy Swastika Rahmania





Resensi :

Buku Bukan Maksudku Tak Menghargai Diri merupakan salah dari sekian kelindanan buku yang membicarakan kesehatan mental. Dalam buku ini sering disebut dengan istilah Self-Esteem. Self-Esteem (Kemampuan Berpikir) ialah suatu keinginan manusia untuk menemukan jati dirinya, perasaan ini dapat muncul dari peristiwa kegagalan hidup. Self-Esteem ini yang menyebabkan seseorang memiliki pandangan negatif yang awalnya sekadar asumsi dari seseorang yang memunculkan presepsi yang kurang baik sampai menimbulkan hilangnya rasa percaya diri dan suka sekali menyalahkan diri sendiri. Bahkan tak jarang ada yang sampai merasa insecure dari dampak asumsi dan persepsi tersebut. 

Dalam buku ini secara keseluruhan sangat menarik, sebab di dalamnya memuat isu yang benar-benar serius diperbincangkan dan menceritakan real life yang saat ini gencar terjadi di sekitar kita. Namun disini saya fokus ke bab yang memuat tentang komponen-komponen Self-Esteem yang sesungguhnya. Komponen tersebut terbagi menjadi sub-sub bab lagi, yaitu komponen intelektual, emosi positif, moralitas, dan kemampuan mengendalikan diri.  

1. Komponen Intelektual (Kemampuan berpikir manusia dalam segi perasaan dan logika)

Komponen ini termuat dalam judul “Aku Berpikir Maka Aku Ada” yang secara langsung menunjukkan pentingnya intelektual manusia dari caranya berpikir serta perlu juga adanya kesadaran rasional untuk meningkatkan rasa Self-Esteem. Sebab dengan meningkatkan Self-Esteem tersebut kita dapat melindungi diri sendiri dan orang sekitar yang mungkin saja sedang mengalami situasi buruk dalam kehidupan. Rasa tidak nyaman yang kita alami dapat berubah sesuai dengan cara berpikir kita. Maka itulah alasannya kita mengapa perlu meningkatkan Self-Esteem pada diri ini. Dan juga dalam buku ini menyadarkan kita untuk mengubah pola pikir ketika sedang mengalami situasi yang buruk. Pada umumnya ketika kita sering menerapkan pernyataan “aku baik-baik saja” pada kehidupan yang sulit, hal tersebut semata-mata hanya untuk mengibur diri sendiri. padahal perkataan tersebut berbanding terbalik dengan keadaan yang terjadi saat itu. Maka dalam novel tersebut dianjurkan untuk mengubah pernyataan dari “aku baik-baik saja” dengan pernyataan “tidak ada hal buruk yang terjadi kepadaku”. Sama halnya kita mengubah pemikiran dari penghiburan diri menjadi pertimbangan diri. Dengan begitu, kita bisa memikirakan alasan kita menjadi gelisah serta bisa mempertimbangkan perasaan yang kita alami apakah berlebihan atau sudah tepat?.

2. Komponen Emosi Positif (Kemampuan Mengurangi Perasaan Buruk)

Emosi positif mengacu pada berbagai perasaan dan nilai yang membuat individu merasa senang, misalnya rasa puas, bahagia, rasa kebenaran, keadilan, serta rasa kepedulian pada orang lain. Namun, saat ini emosi positif tersebut sangat minim dilakukan oleh setiap individu. Mereka lebih mudah terpengaruh dengan emosi negatif seperti kebencian, rasa tidak suka pada orang lain, serta sulit memndam amarah. Penulis dalam novel tersebut menekankan sebuah pernyataan yaitu jika kita ingin memiliki pengalaman dan emosi positif kita perlu percaya pada orang lain. Pemikiran ‘aku harus percaya pada diriku sendiri’ bisa disalahartikan sebagai ‘aku hanya boleh percaya pada diriku sendiri’ kemudian berubah menjadi pemikiran ‘orang lain hanyalah orang lain’. Pemikiran itulah yang nantinya menghambat kita untuk memiliki pengalaman dan emosi positif. Dari pernyaataan penulis tersebut dapat saya disimpulkan bahwa pemikiran tadi hanya menimbulkan rasa keegoisme dan rasa individualisme seseorang yang tentunya rasa tersebut menghambat seseorang untuk menerapkan emosi positifnya.

3. Komponen Moralitas (Perilaku Baik Buruknya Seseorang)

Komponen ini termuat dalam judul “Etika dan Moralku yang Tidak Terpengaruh oleh Orang Lain”. Menurut novel ini, moralitas ibarat dongeng yang mengajarkan kita untuk memuji yang baik dan menghukum yang jahat. Hubungan antara moralitas dan Self-Esteem adalah dimana orang-orang dengan rasa Self-Esteem pasti memiliki etika dan moral dalam dirinya. Rasa Self-Esteem juga mencakup pemikiran yang menganggap diri sendiri berharga. Jika etika dan moral seseorang lemah, ia akan menganggap dirinya sebagai orang terbelakang. Orang yang memiliki moralitas yang tinggi tidak akan mudah terpengaruh dengan yang lainnya beda lagi dengan orang yang moralitasnya tergolorng rendah. Sebagian besar mereka cenderung terobsesi dengan prasangka yang tidak baik yang bisa saja menimbulkan kekecewaan dalam keputusan yang diambil dalam hidupnya.

4. Komponen Mengendalikan Diri 

Komponen ini termuat dalam judul “Aku Masih Bertahan Bahkan Dihari Yang Sulit”. Komponen ini bersangkutan dengan kemauan, ketahanan, dan ketabahan seseorang. Dalam pengendalian diri, kita paling susah menahan diri untuk mewujudkan keinginan kita sendiri. pengendalian diri bukanlah soal tidak melakukan keinginan kita atau yang kita inginkan, melainkan soal kemampuan mengekspresikan tekad dan kemauan kita dalam situasi apapun. itulah sebabnya penulis buku ini menyebutkan bahwa pengendalian diri bersangkutan erat dengan ketahanan dan ketabahan. Self-Esteem seseorang lebih dibutuhkan dihari berat ketimbang dihari indah seseorang. Orang-orang akan tertekan, cemas, dan tidak berdaya Ketika harus menghadapi kesulitan. Tetapi mereka bisa mengatasinya dengan percaya pada kemampuan sendiri untuk mengendalikan diri. 

Penulis novel ini juga menyatakan bahwa Self-Esteem ini memungkinkan seseorang untuk tetap membuka mata dan terjaga dalam kegelapan. Maka dari itu, Self-Esteem bisa dikatakan sebagai kemampuan menyalakan lampu dalam diri sendiri. Serta intelektual, emosi positif, moralitas, dan pengendalian diri merupakan dasar penting dalam menciptakan kesadaran diri.



Cindy Swastika Rahmania
Aktif Di Ukm Jurnalistik Unigoro
dan Relawan Sosial Bojonegoro


Posting Komentar

0 Komentar