RESENSI NOVEL “LAUT BERCERITA”
Judul buku : Laut Bercerita
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : KPG (Keperpustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit : Oktober 2017
Tebal : 378 halaman
Biru Laut merupakan mahasiswa dari salah satu Universitas di Yogjakarta, di mana kota ini merupakan kota yang memiliki banyak potensi salah satunya pemuda-pemudanya yang gemar membaca sederet buku yang di larang pemerintah untuk di konsumsi pelajar di daerahnya sendiri. Dari kedalaman laut yang di hiasi terumbu karang serta ikan-ikan kecil yang berenang bebas Biru Laut akan bercerita bagaimana kekejaman pemerintahan Orde baru. Yang mana Laut adalah salah satu korban penyekapan secara misterius yang dilakukan oleh sekelompok orang. Dia di kurung selama 3 bulan di sebuah tempat dalam gelap dan keji. Tangannya diikat rantai, di hajar, lalu kedua kakinya di beri bahan pemberat. Tanpa belas kasih Biru Laut di lempar ke tengah lautan, hingga tubuhnya larum sampai dasar laut. Dari dalamnya lautan, Biru Laut Bercerita.
Novel Biru Laut menceritakan dua sudut pandang, yaitu bagian pertama mengenai sudut pandang Laut dan teman-teman aktivisnya dan bagian kedua tentang kesedihan keluarga yang kehilangan anak-anak mereka. Biru Laut seorang aktivis yang tergabung di kelompok Winatra (yang merata) dan Wirasena (sang pemberani). Kedua kelompok organisasi ini di pimpin oleh Arifin Bramantyo. Teman-teman laut di antaranya Kasih Kinanti,Sunu Dyantoro, Sang penyair, Alex Perazon, Daniel Tumbuan, Gusti. Dan masih banyak lagi aktis yang tak bisa di sebutkan satu persatu. Perjuangan Laut beserta teman-teman Winatra dan Wirasena dalam memperjuangkan keadilan pada pemerintahan orde sangatlah sulit. Mereka berkali-kali mengawal masa dalam beberapa unjuk rasa, kala itu Laut, Kinan, Gusti, dan Alex pernah mengawal unjuk masa di Ngawi Jawa Timur. Dengan semangat membara warga bergegas mendesak pemerintah agar tidak melakukan alih fungsi lahan pertanian di ladang-ladang mereka yang biasanya di tumbuhi tanaman jagung. Sajak seoggok jagung karya WS. Rendra menjadi penyulut api semangat warga desa. Hingga para tentara mengetahui persembunyian Kinan dan kawan-kawan. Mereka berlari ke sawah di waktu malam, sehabis hujan bahkan sebelum subuh mejamah. Sungguh perjuangan yang amat memilukan bagi seoramg aktivis yang inggin membela keadilan bangsanya.
Dari pengawalan pertamanya Laut dapat merasakan bagaimana susah dan pedihnya memperjuangkan sebuah keadilan dan kebenaran. Selama Bram di kurung dalam penjara, Winatra dan Wirasena berjalan dengan bimbingan Kasih Kinanti. Mereka banyak melakukan aksi-aksi advokasi di wilayah yang memerlukan bantuan. Hingga pada suatu hari Laut tertangkap dan dia di sekap selama 3 bulan. Dalam gelap serta keji tersebut, Laut di pukuli, di setrum pahanya, wajahnya memar, serta di introgasi mengenai keberdaan Kasih Kinanti. Sungguh kejam kehidupan era orde baru bagi aktivis indonesia. Selang beberapa minggu teman-teman Laut juga ikut di sekap bersamanya, kembali mereka di setrum, bahkan dalam keadaan memar mereka di ikat rantai, merebahkan diri ke sebuah balok es selama semalam penuh. Setiap paginya para manusia pohon itu menyetel musik jazz yang hampir membuat gendang telinga pecah.
Dalam gelap Laut sangat merindukan adiknya bernama Asmara Jati serta kekasihnya Anjani. Namun ia hanya bisa berdoa dalam gelap semoga penderitaan segera usai. Selang 3 bulan Alex di lepaskan oleh kelompok keji itu, berbondong-bondong wartawan inggin mewawancarai Alex, namun ia masih belum siap. Pada akhirnya Asmara mencoba membujuk dan menenangkan kekasihnya itu, dan Alex pun mau di wawancarai dalam acara konfrensi pers. Seusai konferensi pers seluruh komplotan kelompok hitam yang kejam akhirnya tertangkap, dan orde baru dapat di lengserkan. Namun setelah orde baru berganti kepemimpinan, tetap saja belum ada tindakan apapun mengenai 13 Aktivis yang hilang tanpa jejak. Hanya Alex yang di pulangkan. Kemana lainnya?. Semua keluarga bertanya-tanya akan hal itu. Tanpa pikir panjang Asmara dan seluruh keluarga yang merasa kehilangan mendirikan sebuah asosiasi untuk mencari orang hilang. Selang beberapa hari kemudian Asmara mendapatkan kabar bahwa telah di temukan sebuah tengkorang manusia di kepulauan seribu. Asmara segera bergegas datang ke sana dan memastikan hasil visum yang ternyata itu merupakan tulang tengkorak 3 bulan lalu, dan siapa dia?. Asmara pulang lalu mengabarkan berita ini pada kedua orang tuanya. Sontak ibunya pingsan sebab tak kuat menahan pedihnya kehilangan putra tersayang Biru Laut. Seminggu setelah itu seluruh keluarga yang masih bingung mencari anaknya yang hilang ramai-ramai datang ke pinggir lautan di kepulauan seribu, mereka bersama-sama menaburkan bunga seraya berdoa semoga anak-anak mereka abadi dalam perjuangannya mendirikan keadilan bangsanya.
![]() |
Tia Mutiani Ketua Sematta Sastra Dan aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sedang menempuh pendidikan di Unugiri Bojonegoro |
0 Komentar