Membaca One Piece dengan Kacamata Sejarah: Ketika Kekuasaan
Menindas Ilmu Pengetahuan
Oleh: M. Adam Firmansyah
Dalam
dunia fiksi, tidak jarang sebuah cerita menyajikan narasi yang sejatinya
merupakan cerminan dari realitas sosial yang ada. Salah satu karya yang
menampilkan kritik sosial secara mendalam adalah One Piece, sebuah manga dan
anime karya Eiichiro Oda dari Jepang. Secara khusus, arc Enies Lobby (episode
227-312) memberikan gambaran tentang bagaimana kekuasaan berupaya menutupi
sejarah, menindas kaum intelektual, dan mempertahankan monopoli atas kebenaran.
Pada
bagian ini, Pemerintah Dunia mengerahkan pasukan elit Cipher Pol 9 (CP9) untuk
menculik seorang arkeolog bernama Nico Robin, anggota kru Bajak Laut Topi
Jerami. Robin dianggap sebagai ancaman karena kemampuannya membaca Poneglyph,
batu bertuliskan sejarah yang telah lama dikubur oleh Pemerintah Dunia. Ia
merupakan satu-satunya penyintas dari tragedi pemusnahan Ohara, sebuah pusat
ilmu pengetahuan yang dihancurkan melalui operasi Buster Call. Tragedi ini
terjadi setelah para ilmuwan Ohara ditemukan tengah meneliti Void Century,
periode sejarah yang disembunyikan secara sistematis. Pemerintah Dunia, dalam
upayanya menghapus kebenaran, tidak hanya menghancurkan pulau tersebut tetapi
juga menganiaya serta membunuh para ilmuwannya, sebagaimana yang terjadi pada
ilmuwan yang berlayar untuk mencari Poneglyph namun kemudian disiksa hingga
tewas.
Refleksi
Sejarah: Kasus Pemusnahan Ilmu dan Penindasan Intelektual
Jika
dianalisis lebih lanjut, narasi ini memiliki kemiripan yang mencolok dengan
peristiwa sejarah di dunia nyata, khususnya di Indonesia. Salah satu contohnya
adalah kasus Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan dan pemikir yang menjadi
korban penindasan intelektual oleh rezim Orde Baru. Sebanyak 24 karyanya
dilarang beredar, termasuk Hoakiau di Indonesia (1959), yang dituduh membela
etnis Tionghoa. Karya-karya lain seperti Keluarga Gerilya, Mereka yang
Dilumpuhkan, Perburuan, Bukan Pasar Malam, hingga Cerita dari Blora juga
mengalami nasib serupa.
Pramoedya
tidak hanya kehilangan hak untuk menerbitkan karyanya, tetapi juga dipenjara
dan dipaksa menyembunyikan naskah-naskah yang belum selesai agar tidak
dimusnahkan oleh pemerintah. Hal ini mirip dengan tindakan para ilmuwan Ohara
dalam episode 278 One Piece, yang berusaha menyelamatkan buku-buku mereka
dengan cara melemparkannya ke danau sebelum Buster Call menghancurkan pulau
tersebut.
Sejarah
mencatat bahwa tindakan semacam ini bukanlah hal baru. Sejak zaman kuno, banyak
penguasa yang berusaha membungkam pemikir yang dianggap berbahaya bagi
stabilitas kekuasaan mereka. Kasus penghancuran Perpustakaan Alexandria,
pembakaran buku oleh Nazi Jerman, serta represi terhadap para cendekiawan di
berbagai negara adalah contoh nyata bagaimana penguasa sering kali merasa
terancam oleh ilmu pengetahuan yang tidak dapat mereka kendalikan.
Pelajaran
dari One Piece: Menjaga Pengetahuan dan Melawan Represi
Dari
kisah One Piece, kita dapat menarik beberapa pelajaran penting dalam menghadapi
penindasan terhadap ilmu pengetahuan:
1.
Optimisme dan Ketahanan Mental
Dalam
cerita ini, Nico Robin awalnya tenggelam dalam keputusasaan akibat masa lalunya
yang kelam. Namun, dengan dukungan kru Topi Jerami, ia menemukan kembali
semangat untuk bertahan dan melawan. Hal ini mengajarkan bahwa berpikir positif
serta mempertahankan optimisme dapat menjadi strategi dalam menghadapi represi
intelektual.
2.
Solidaritas dan Kolaborasi
Upaya
melawan sistem yang otoriter tidak dapat dilakukan sendiri. Dalam One Piece,
perlawanan terhadap Pemerintah Dunia melibatkan kerja sama antara Bajak Laut
Topi Jerami, keluarga Franky, serta kelompok Galley-La. Begitu pula dalam
sejarah nyata, gerakan intelektual dan aktivisme sering kali berhasil karena
adanya dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
3.
Penyelamatan dan Penyebaran Ilmu Pengetahuan
Seperti
yang dilakukan oleh para ilmuwan Ohara dengan menyembunyikan buku-buku mereka,
Pramoedya Ananta Toer juga berusaha menjaga naskah-naskahnya agar tidak
dimusnahkan oleh pemerintah. Ini menegaskan pentingnya strategi dalam
melindungi dan menyebarkan pengetahuan agar tidak hilang oleh tekanan
kekuasaan.
One
Piece bukan sekadar cerita fiksi; ia menyajikan kritik sosial yang relevan
dengan realitas dunia, khususnya dalam hal penindasan intelektual dan monopoli
kebenaran oleh penguasa. Sejarah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan kerap
menjadi ancaman bagi rezim yang otoriter, sehingga mereka berusaha menekan,
membatasi, bahkan menghancurkannya.
Namun,
seperti yang diajarkan dalam One Piece, kebenaran tidak bisa selamanya dikubur.
Selama masih ada individu dan kelompok yang berusaha mempertahankan ilmu
pengetahuan, maka harapan untuk membangun masyarakat yang lebih bebas dan
beradab akan tetap menyala. Oleh karena itu, menjadi seorang pembelajar,
sekecil apa pun kontribusinya, adalah langkah nyata dalam menjaga warisan
intelektual dari generasi ke generasi.
Oleh : Adam Firmansyah
0 Komentar