Mengintip Keseharian Isi Kepala Seorang Feminis dan Patriarki Melalui Novel My Crazy Feminist Gilrfriend

ilustrasi dari Nadya Noor


Judul buku : My Crazy Feminist GilrFriend

Pengarang     : Min Ji-Hyoung

Halaman        : 216 Halaman

Penerbit         : Haru

ISBN             : 978-623-5467-15-3

Bisa kita pelototi judul buku ini "My Crazy Feminist Girlfriend" bakal diterka para pembaca karena sudah gamblang dari judulnya akan memandu membacotin topik seputar Feminis–yang mana persoalan feminis hingga saat ini masih menjadi sebuah perdebatan yang cukup ketat di kalangan Feminis itu sendiri maupun orang-orang yang ngotot menolak feminisme. Sedikit menyoal pendefinisian feminisme itu sangat beragam, di antaranya yakni feminisme adalah sebuah gerakan sosial, politik, dan ideologi yang memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menerapkan keseteraan untuk semua gender. Aku ndak bisa melabeli diriku seorang feminis secara kaffah–sebab belum mampu mengaplikasikan ide-ide feminisme dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita kupas buku ini dari sudut pandang seorang yang berkeinginan untuk terbuka mengintip keseharian para Feminisme. Min Ji-houng selaku yang menelurkan karya, memberanikan diri membikin novel yang mengintip keseharian dua ideologi berbeda yakni Patriarki dan Feminisme agar memandu kawan-kawan yang mempunyai keinginantahuan memafhumi feminisme secara luwes melalui medium novel ini sebagai  pengantarnya.

       Kembali ke obrolan buku ini. Buku ini mengambil sudut pandang laki-laki yakni Seonjun yang terlahir dari keluarga patriarki yang tunduk aturan keluarganya. Mulanya mengisahkan seorang laki-laki bernama Seonjun yang diputuskan oleh pacarnya secara mendadak dengan alasan ingin memfokuskan pendidikannya di bidang tulis-menulis. Selang empat tahun kemudian Seonjun bertemu dengan tokoh "perempuan itu" bayangkan saja tokoh perempuan seperti namamu. Ia secara kebetulan bertentangan dengan perempuan itu di stasiun. Ia awalnya kaget dengan penampilan anyar perempuan itu yang sekonyong-konyong beralih ekstrem. Ia tak memakai riasan wajah, berambut pendek, menggunakan pakaian yang biasa dipakai laki-laki. 

Seonjun tercengang karena semula penampilan perempuan itu terlihat Feminin mendadak kini menunjukkan gaya mode baru. Mode baru ini diboncengi dengan perubahan ideologi perempuan itu yakni feminisme. Perempuan itu salah satu sederet orang yang mendaku sebagai feminis yang menyuarakan hak-hak perempuan dan mengamini adanya keseteraan gender.

       Perempuan itu ikut berpartisipasi dalam komunitas Megaliga di Korea. Megaliga itu sendiri merupakan komunitas online dan gerakan sosial feminis Korea Selatan yang dimulai pada bulan Mei dan Juni 2015. Gerakan ini paling terkenal dengan strategi "pencerminan" yang digunakan para pendukungnya untuk mengungkap ide-ide misoginis di Internet Korea Selatan. Perempuan itu aktif dalam berdemonstrasi di depan gedung pemerintah untuk mewartakan kabar mengenai rentetan permasalahan gender di Korea seperti hak aborsi, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, dan bala-balanya.

 Seonjun yang terbata-bata ingin tahu seluk-beluk alasan dibalik perubahan mantan pacarnya yang semula feminin menjadi feminis. Pacarnya itu mencita-citakan perubahan tatanan dunia yang menurutnya tidak adil. Karena itu Seonjun bertekad untuk menyadarkan si mantan pacarnya yang ia juluki feminis gila. Pertemuan mereka mengantarkan Seonjun menengok apa yang disinauhi mantan pacarnya itu.

        Adu mulut kerapkali kali terlontar di antara keduanya. Dari Seonjun yang melarang perempuan itu merokok–sebab perempuan itu sangat doyan merokok di sembarang tempat, entah mengomentari tentang penampilan Perempuan itu yang tak memakai riasan, bahkan mengenai tlaktir menaktir mereka– tak ada yang mengunci mulutnya–terus menerus nerocos. Hingga perempuan itu meneriaki kalimat "jika tidak tahu, setidaknya belajarlah". Barangkali sesudah kejadian itu Seonjun diberi buku panduan mengenal Feminisme agar mereka terhubung satu sama lain–yang pada akhirnya si Seonjun tetap kekeh karena sudah terpatri dalam dirinya perempuan tak perlu melulu harus melakukan itu yang malah membikin mereka merasa terbebani. Seonjun sendiri mereka keberatan. Barangkali laki-laki lahir sudah dituntut untuk menjalani kehidupan yang keras, pontang-panting dan tahan banting dalam menghidupi keluarga saat ini dan perempuan yang ia kelak bakal dinikahi–pikirnya seperti itu.

          Ya seperti kalian tahu Seonjun terdidik di keluarga patriarki yang patuh. Patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan pria sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti. tanpa melibatkan perempuan dalam pemenuhan hak-haknya saat menapaki terjalnya kehidupan. Bisa kita intip pada bagian bab 8 acara keluarga di halaman 114.  Seonjun sendiri mendapat tekanan dari keluarganya untuk bersegera menikah karena dirasa usia Seonjun sudah menginjak kepala tiga–yang mana di antara karib laki-laki sepantarannya semuanya sudah pada menikah. 

Keluarga Seonjun bertekad menjodohkan Seonjun dengan seorang gadis pilihan ayahnya, ia bersikeras menolak dengan ngotot perjodohan ini, hingga membikin pertengkaran antara ayahnya dan Seonjun. Tak ayal, keluarga Seonjun kaku dalam mempertanyai status Seonjun yang masih tahan menjomblo–dan keluarga mengidealkan fase kehidupan manusia yang kaffah yakni menikah dan punya anak yang membikin Seonjun terdesak dan terhimpit bathinnya dengan cemoohan keluarganya sendiri.

Aku hampir tak bisa tersenyum di samping mereka. Di sisi lain, aku bertanya-tanya apakah aku bisa mengharapkan sesuatu yang lain ketika aku tua nanti? Aku adalah anggota keluarga patriarkis ini sejak aku lahir dan aku sudah memainkan peran-peran yang diberikan kepadaku dengan tepat dan tanpa kesalahan. Bahkan mungkin, Posisiku ini sudah dipersiapkan sebelum aku lahir (hlm. 128).

           Bisa kita telaah bagaimana Seonjun sendiri mempertanyakan status keluarga yang kekeh melanggengkan budaya patriarki dan ia mau tidak mau ikut melazimkan pola pikir seperti itu–yang sebetulnya ia tidak berniat menjahati orang lain yang mempunyai watak feminis.

         Kejadian tak terduga terjadi pada perempuan itu. Ia mendaku mengalami pelecehan seksual yang dilakukan rekan kerjanya di pabrik penerbitan. Seorang penulis buku best seller yang sempat ia editkan naskahnya melakukan tindakan pelecehan seksual–yang mana justru pihak perusahaan tidak mempercayai bahkan tidak memberikan ruang aman bagi perempuan itu, dan membikin perempuan itu secara langsung ingin menghentikan pekerjaannya sebagai editor. Sang pemilik penerbit memberikan uang tunjangan separuh karena perempuan tak mau menunaikan syarat si pemilik penerbit agar tak membocorkan skandal pabrik penerbit itu. Mirisnya watak Seonjun ketika menanggapi pelecehan itu justru berlaku seksis dengan mengatakan "kamu cantik, makanya laki-laki doyan kepadamu" yang berujung pada pertengkaran di antara kedua.

        Hari demi hari ia tapaki perempuan itu tetap bersikukuh berkumpul dan berdemonstrasi di depan gedung pemerintah menggelar aksi protesnya–agar pemerintah kupingnya mendengar kekesalan para anggota komunitas Megaliga yang mempunyai keresahan atas tindak laku pejabat yang tak memperdulikan hak aborsi, hak perlindungan korban kekerasan seksual, dan bala-balanya seputar penindasan perempuan. Seonjun kerapkali menemani perempuan itu berdemonstrasi seraya berpikir bahwa mereka ngapain melakukan aksi protes itu, yang ujung-ujungnya gak bakal disahkan juga. Dengan kebimbangan dan kebingungan si Seohyun terus bertanya-tanya mengapa semua ini dilakukan orang-orang Megaliga.

           Aku tak bakal menyempurnakan spoiler alergiku secara penuh. Karena diharapkan serampung membaca ulasan yang cetek ini bakal menghantarkan para pembaca ulasan yang kubikin agar tertarik membaca bukunya secara langsung dan berani menamatkannya. Bisa kita simpulkan buku ini menampilkan motif ideologi yang berbeda di antara seohyun yang menganut sistem patriarki sedangkan pacarnya yang menganut ideologi feminisme. Alih-alih saling memahami satu sama lain, justru kedua pasangan ini setiap harinya berdebat karena masalah-masalah kecil diakibatkan perbedaan pandangan. Persoalan feminisme sangat tajam diobrolin di buku ini dari masalah pelecehan dan demonstrasi komunitas Megalia, maupun kisah laki-laki bernama seohyun yang sebenarnya baik, bisa dibuktikan dengan ikhtiar dia yang ingin mendapatkan hati kekasihnya dan obsesinya untuk mengubah ideologi kekasinya menjadi perempuan feminin bukan feminis,Perempuan feminis ingin seluruh dunia berubah sesuai dengan pandangannya termasuk pacar dia sendiri sementara laki-laki patriarki itu ingin menyadarkan pacaranya yang feminis ekstrim untuk kembali-menjadi-perempuan-seutuhnya-namun mengaburkan pandangan tentang hal diluar dirinya sendiri-yang seyoigiaya dia belajar memahami apa yang dirasakan oleh pacarnya meski pacarnya adalah seorang feminis tanpa perlu terobsesi merubahnya.[]

Posting Komentar

0 Komentar